Senin, 05 Februari 2018

Sajak Bangku Kuning

Sajak Bangku Kuning

bangku bisu bercat kuning, sore itu, basah oleh gerimis kecil
bunga sepatu, yang hanya satu, tak mampu mengindahkan haru

beberapa burung berbulu basah mencari serpihan rumput
yang juga basah
semua basah

wanita di sampingku masih terus menangis
tanpa suara, tapi air mata berurai bak air terjun niagara, mungkin...
aku diam
hanya diam
tak sepatah kata pun berhak kukatakan
dia hanya memintaku hadir
hanya hadir
menemaninya menangis
kuambil tisue yang sudah kusiapkan, selalu kusiapkan
jika telpon berdering memintaku datang ke bangku kuning
kuletakkan di pangkuannya yang kosong
satu menit
dua menit
tiga menit
kulirik pemilik mata indah tapi berhidung besar, tangis sudah reda, dia tersenyum
semudah itu berganti rasa, dia mulai bercerita apa saja
semuanya, dari cerita kampus, sakit perut, buku baru, bahkan pengemis yang ditemuinya di bengkel
semua ceritanya seru...tapi tak satu pun yang haru
tak pernah berkisah tentang tangisnya
tak pernah berkeluh tentang laranya
sekali, dua kali, tiga kali tak pernah kesentuh lukanya
tapi sore ini, aku tak tahan lagi, tak bisa diam lagi, aku harus bersuara
"tinggalkan dia!"
senyum dan tawa palsunya musnah terbawa angin yang meniupkan daun daun sampah
lalu yang ada hanya diam, dalam mendung senja yang merangkak di ujung cakrawala
lampu taman mulai menyala membuat bayang bayang tubuhnya di tanah basah
tanpa menjawab, ia berlalu menghilang tenggelam di senja gulana


cerita tak pernah usai begitu saja
sehari lagi sudah di depan mata
bergandengan manja dengan orang yang sama
tanpa pernah terlihat terluka...dan seterusnya
dan selanjutnya
panggilan ke bangku kuning semakin sering berdering
tanpa kalimat lain
kuakhiri setiap pertemuan dengan kalimat "tinggalkan dia!"

Dan dunia beberapa saat tetap sama... semakin lama terjadi lagi dan lagi
hanya bangku kuning yang pahami kekerdilan jiwa lelakiku
penuh ketakutan dan ketidakberanian
hanya mampu kukirim bisik kecil
pada bangku kuning yang menatapku nyinyir
hai bangku kuning....jangan menatapku sedemikian sinis!
saksikan suatu hari, wahai bangku kuning, akan kuterikaan padanya
sebuah kalimat lengkap
"Tinggalkan dia! Jadilah bahagia bersamaku."
.....
.....
Ah diri macam apa ini, tak jua menimbun keberanian seiring waktu semakin lalu
bangku kuning tak pernah menyaksikan perwujudan janjiku
Dan hari itu...
selembar kertas biru mengharap hadirku, wanita bermata cantikku, namanya tertulis jelas di situ
kemudian telpon berdering, aku pergi ke bangku kuning
dia tersenyum, tak ada air mata
seceria bunga sepatu yang tak lagi satu
dia bercerita telah mematuhiku
meninggalkan lelaki yang mengaduk aduk hatinya
dan dia menemukan pengganti, di hari rabu merah jambu mereka bertemu, ceritamu selalu seru
bedebah....!
kenapa terasa kini aku yang ingin menangis
bangku kuning menyeringai pilu

tangisan di bangku kuning menjadi tangisan sepanjang hidupku
karena sampai saat janur kuning berkibar di rumah birumu
tak jua kulengkapi kalimat itu....













Share:

0 komentar:

Posting Komentar

About