Senin, 05 Februari 2018

Membumikan Gerakan Literasi Sekolah

Pembiasaan baca buku 15 menit  SMP Negeri 3 Kutasari, www.spentriku.net
Baca buku 15 menit

Membumikan Gerakan Literasi Sekolah

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini telah digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam 2 tahun terakhir ini. Meskipun demikian, gerakan ini belum sepenuhnya membumi meskipun sudah banyak sekolah yang telah menerapkan program ini. Termasuk di dalamnya, menjamurnya berbagai pelatihan menulis, dari menulis cerpen, artikel sampai membentuk buku. Pelatihan menulis buku dan sejenisnya pun marak, khususnya di kalangan para guru.

Memasuki tahun 2018 ini, apakah Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sudah menyatu dengan budaya sekolah atau bahkan menjadi budaya baru di sekolah? Agaknya terlalu tergesa-gesa untuk mengatakan gerakan ini sudah membumi, meskipun juga merupakan pendapat “ngawur” jika mengatakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini hanya berada di awang-awang.

Sebelumnya, kita pahami kembali arti dari Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini. GLS ini merupakan upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat. GLS ini juga dimaksudkan untuk memperkuat gerakan budi pekerti seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Tentunya kalau diterapkan, gerakan ini mempunyai visi yang sangat luhur. Pertama, mengandung unsur partisipatif yaitu melibatkan seluruh komponen sekolah. Kedua, meningkatkan ketrampilan siswa dalam menerima berbagai informasi, mengelola dan bagaimana mengkomunikasikannya kepada orang lain. Ketiga, menjadi bagian yang terintegrasi dengan pendidik budi pekerti. Perlu diketahu juga bahwa pendidikan budi pekerti ini sejak beberapa tahun yang lalu telah didengung-dengungkan untuk diintegrasikan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas bahkan juga dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Salah satu kegiatan dasar dari Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini adalah melalui kegiatan membaca 15 menit buku-buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Pembiasan membaca buku ini bisa dilakukan dengan membaca dalam hati, guru membacakan sebuah cerita dan kegiatan lain sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. Pembiasaan membaca 15 menit ini sebagai dasar untuk menempuh tahap selanjutnya, yaitu tahap pengembangan dan pembelajaran.

Arti literasi dari Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini juga bukan sekedar kegiatan membaca dan menulis, tetapi termasuk di dalamnya kegiatan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan audiori. 

Dalam buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah, disebutkan ada 6 komponen literasi yaitu literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, dan literasi visual.  Literasi yang pertama, yaitu literasi dini sebagai landasan dasar untuk memperoleh literasi dalam tahap berikutnya. Literasi dini ini mencakup kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah. Dalam literasi dini ini tentunya banyak melibatkan peran orang tua dan keluarga, guru/PAUD, dan juga pengasuh/pamong. Literasi usia dini ini tentunya tidak boleh berhenti. Untuk siswa SMP dan SMA misalnya, terkait dengan literasi perpustakaan mulai dikenalkan dengan sistem klasifikasi persepuluhan Dewey.

Bagaimana dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMP Negeri 3 Kutasari Purbalingga alias Spentriku ini? Apakah sudah mulai dilaksanakan atau masih terasa di awang-awang? 
Di SMP Negeri 3 Kusatari sendiri, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) telah dirintis sejak tahun ajaran 2017/2018 dengan lebih intensif. Di awali dengan sosialisasi kegiatan ini melalui pembinaan saat upacara bendera, pemberian materi literasi pada siswa guru dan dalam berbagai kesempatan yang lain.

Kegiatan yang lain adalah melalui pembiasaan membaca 15 menit tiap hari rabu, serta adanya jam wajib perpustakaan selama 1 jam pelajaran/minggu. Untuk pembiasaan 15 menit, kegiatan ini dipantau langsung oleh wali kelas masing-masing, sedangkan untuk jam wajib perpus dipantau oleh guru BK, yaitu Ibu First Prihatini. Sebenarnya masih ada juga pembiasaan lain yang terkait dengan literasi, misalnya kegiatan tadarus setiap hari kamis pagi, kajian-kajian pada hari-hari tertentu dan sebagainya.

Sebelum libur semester gasal, sekolah juga mengundang 2 orang penulis yaitu Pak Agus Pribadi dan Pak Agus Triono. Keduanya guru di Purbalingga, penulis, pegiat sastra, pegiat budaya dan juga pegiat Penamas (Penulis Muda Banyumas). Agus Pribadi mengajarkan trik dan tip menuliskan cerpen sedangkan Agus Triono (alias Agustav) mengajarkan cara membuat puisi. Hasil karya siswa hasil pelatihan tersebut dalam jangka waktu dekat akan dibukukan. Tentunya setelah melewati seleksi dari tim Agen Literasi Spentriku yang digawangi oleh Bu Ika Setyarini, Bu Windi, Pak Anjar, Bu Ririn dan guru-guru lain.
Di sisi fasilitas sendiri telah dilakukan penataan ruang perpustakaan. Perpustakaan diatur sedemikian rupa sehingga ada ruang baca “lesehan” maupun ruang baca biasa. Di samping itu dilakukan penambahan buku bacaan dalam jumlah yang cukup signifikan. Di ruang perpustakaan sendiri juga disediakan 8 perangkat komputer yang terhubung ke internet. Di samping itu di sekitar area perpustakaan SMP Negeri 3 Kutasari terdapat hotspots khusus untuk siswa.

Dalam waktu dekat, di ruang guru akan dibuat pojok baca, tempat para guru membaca buku secara nyaman dengan berbagai referensi khususnya mengenai pendidikan. Demikian juga di tiap-tiap ruang kelas, akan dirintis adanya pojok-pojok baca serta pemanfaatan lemari di kelas sebagai tempat menyimpan buku-buku teks pelajaran dan buku lain.

Selain itu, untuk meningkatkan budaya tulis, dibentuk komunitas mading yang bertanggung jawab terhadap terbitnya mading sekolah. Tentunya nanti juga sebagai perintis terbitnya buletin bahkan majalah sekolah. Di setiap kelas sendiri, sebenarnya juga ada mading kelas, namun penerbitannya belum teratur. Sebatas jika ada intervensi dari sekolah atau wali kelas. Dengan dibentuknya komunitas mading ini, diharapkan sekali akan menjadi penggerak literasi di SMP Negeri 3 Kutasari.
Dengan perlahan, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini bukanlah sebuah program yang di awang-awang tetapi akan membumi, dan benar-benar bisa menjadi budaya sekolah.

Tentunya untuk mencapai perjalanan yang entah berapa jauhnnya perlu diawali dengan langkah kecil dulu.

Salam literasi. Salam GLS,




Jam wajib perpustakaan  SMP Negeri 3 Kutasari, www.spentriku.net
Jam wajib perpustakaan

Mading kelas SMP Negeri 3 Kutasari, www.spentriku.net
Mading Kelas

Mading kelas SMP Negeri 3 Kutasari, www.spentriku.net
Mading Kelas

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

About