Minggu, 28 Januari 2018

JOGJA MY PETUALANG


    
JOGJA MY PETUALANG
(Sepenggal Kisah 2 Hari 1 Malam di Jogjakarta)
Oleh : Galih Prawindi Andikasari, S.Pd

Jalan berliku dan berkelok yang ku lalui untuk menuju sebuah tempat yang indah yang belum pernah aku kunjungi. Ketika itu sabtu dini hari. Aku sudah siap di tempat penjemputan yang sudah direncanakan. Tak lama rombongan bus dari Spentriku tiba di tempat penjemputan. Tanpa basa basi akupun naik dan disambut oleh teman-teman dan anak-anak yang sudah berada di dalam armada. Ada tiga rombongan kala itu 2 bus dan 1 mobil MPV, kita menyebutnya pasukan ELF (dibaca elef).
Malam cerah perjalananpun lancar, anak-anak tertidur pulas. Memang sih tidak semua tidur pulas, ada beberapa anak yang mabuk sampe tak berdaya. Tak berapa lama ku buka hape dan ku tengoklah whatsapp. Terkaget ketika baca di grup wa ada informasi bahwa ban pasukan ELF meletus di wilayah Rowokele Gombong Kebumen. Yang terpikirkan dalam benak saya kala itu adalah penumpang-penumpang di mobil itu. Kuteleponlah salah satu penumpang di mobil itu, beberapa kali kutelepon tidak ada jawaban. Ternyata nomor yang saya telepon speakernya mati. Tapi saya merasa lega karena pasukan ELF semua dalam keadaan baik-baik saja.
Perjalanan terus berlanjut dan pasukan ELF pun terus kita pantau sudah sampai di titik mana mereka berjalan. Pagi menjelang, rombongan bus kami sudah masuk Jalan Kaliurang dan berhenti di Daerah Pakem untuk kegiatan sholat subuh sambil menunggu pasukan ELF tiba bersama kami. Kurang lebih 30 menit kami berhenti, tapi tak kunjung ada tanda-tanda pasukan ELF akan tiba. Dari berita yang didapat pasukan ELF akan sampai di lokasi sekitar 30 menit lagi. Bus kamipun melaju menuju pendaratan pertama yaitu Wisata Lava Tour di Daerah Cangkringan. Kurang lebih pukul 6 kami sampai di lokasi. Di sana beberapa mobil Jeep yang di booking oleh biro kami sudah siap untuk mengantarkan kami berpetualang di wilayah yang tekena dampak erupsi gunung merapi pada tahun 2010. Sebelum petualangan dimulai saya dan beberapa teman guru dan anak-anak didik saya berfoto foto ria dengan berbagai pose bersama mobil Jeep yang akan kami tumpangi.
Banyak foto yang saya upload digrup wa Spenthreeku, dengan tujuan supaya pasukan ELF semangat untuk menyusul kami sampai ke lokasi. Petualangan pun dimulai meskipun pasukan ELF belum juga tiba. Mobil-mobil mulai menyalakan mesinnya. Tak terbayangkan olehku bahwa suara mobil itu akan menderu-deru seperti itu. Suaranya sangat bising dan memekakan telingaku. Mobil mulai melaju menuju lokasi pertama yaitu  House Of Memory. Awalnya mobil berjalan seperti biasa tak ada sesuatu yang aneh, sayapun mengeluarkan senjata saya dari dalam tas. Apakah senjata itu? Ya sebuah senjata yang menjadi andalan banyak orang ketika akan mengabadikan sesuatu. Senjata itu adalah HP. Maksud hati ingin mangabadikan pemandangan indah di sekeliling, jalan yang berbatu dan naik turun penuh tantangan melalui sebuah video. Kata orang jaman now biar kekinian dan seperti acara televisi My Trip My Adventure. Baru beberapa detik tiba-tiba sopir Jeep yang saya tumpangi menambah kecepatan sehingga adrenalin kami semua naik dan berteriak-teriak,  sampai-sampai video yang saya rekampun hasilnya amburadul. Semakin kami berteriak, malah  mas supir (aku menyebutnya mas supir karena masih muda) menginjak pedal gasnya semakin dalam. Hmmm sepertinya mas supir senang melihat kami berteriak-teriak ketakutan tapi senang.
Sepanjang perjalanan menuju pendaratan pertama di House Of Memory kami tak berhenti berteriak-teriak. Masuk lokasi pertama suasana yang saya rasakan saat itu agak-agak mistis, mungkin karena saya baru pertama kali ke sana. Sayapun mengelilingi dan melihat-lihat lokasi itu. Disana ada tulang hewan ternak yang masih utuh, sepeda motor, kursi, perabot rumah tangga, mesin-mesin dan lain-lainnya yang terkena Erupsi Merapi 2010. Pokoknya selfi-selfi, wefi-wefi tak ketinggalan kita lakukan. Lima belas menit kurang lebih kita berada di sana. Pemandu petualang, begitu aku menyebutnya, sudah memberi aba-aba kalo kita harus melanjutkan ke tempat berikutnya. Dalam benakku “huff harus menyiapkan energi lagi untuk berteriak-teriak sampai ke tempat berikutnya”. Kami naik Jeep lagi dan menyiapkan kekuatan biar bisa sampai di titik kedua.
Mobil berjalan beriringan, dan tak dinyana-nyana ternyata jeep melaju seperti biasa sehingga kami tidak perlu berteriak-teriak karena takut bahkan kami bisa leluasa berdiri diatas mobil jeep sambil menikmati pemandangan sekitar. Eh kemana pasukan ELF, sampai dititk kedua aku belum melihat rombongan pasukan ELF. Tapi akhirnya pasukan ELF datang ketika kami akan melanjutkan ke Banker Kaliadem titik terakhir yang kami tuju. Di situ Gunung Merapi semakin terlihat jelas dan dekat. Ketakjuban saya bertambah, betapa indahnya pemandangan di sekitar Merapi dan betapa sejuknya udara disana. Sepertinya udaranya masih sangat bersih. Cuma ada beberapa hal yang membuat saya bertanya tanya ketika sampai di Banker Kaliadem. Kebetulan untuk menuju Banker Kaliadem, saya melewati pasar dan di pasar itu dijual bebas Bunga Edelways. “Bukankah bunga itu bunga yang dilindungi?. kenapa bisa bunga itu dijual bebas?” Dalam benakku bertanya. Tapi tak sampai terpikirkan lama sudah berusaha ku lupakan.
Selesai dari sana kami kembali ke pangkalan. Sebelum mobil melaju saya minta sama mas sopir untuk tidak memacu Jeepnya kencang-kencang, karena saya tahu mobil akan melaju dengan kencang ketika turun. Saya melihat mobil-mobil lain seperti itu.  Mas supir menuruti apa yang kami inginkan sampai kami tiba di tempat makan untuk sarapan. Kami sarapan dengan menu yang sederhana tapi enak dan nikmat sekali.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan berikutnya yaitu Candi Prambanan. Disana tidak ada yang spesial buatku karena memang aku sudah beberapa kali kesana. Lepas dari Candi Prambanan kami menuju Museum Dirgantara. Di sana pasukan ELF sudah sudah menunggu sambil kelaparan karena belum dapat makan siang. Di Museum Dirgantarapun tidak ada hal yang luar biasa yang harus diceritakan. Paling ada beberapa anak yang sudah terlihat tak berdaya karena mabuk selama perjalanan.
Dua jam lamanya di Museum Dirgantara, perjalanan kami lanjutkan menuju penginapan di Paris alias Parangtritis. Ada hal yang menarik saat kami tiba di Paris (baca Parangtriris). Bayangan saya begitu sampai di Paris kami sudah bisa langsung turun dari bus dan menikmati kamar untuk istirahat. Ternyata kami harus menunggu beberapa lama karena hotel yang akan kami tempati tidak bisa satu lokasi, dengan alasan hotel penuh karena ini malam minggu. Tiga hotel yang kami tempati, meskipun beda hotel tapi jaraknya tidak berjauhan.  Ada kamar di lantai 2 ditawarkan kepada ibu-ibu guru. Kalo boleh saya tidak mau di lantai 2 yang naik tangga. Akhirnya kamar di pakai bapak ibu guru sementara saya dan ibu-ibu yang lain berharap dapat kamar di lantai 1. Tak lama saya dan ibu-ibu yang lain akhirnya diantar meunju ke kamar, tapi apa yang terjadi ternyata apa yang terjadi kami malah mendapatkan kamar di lantai tiga dan naik tangga sempit pula. Agak kaget saya ketika melihat kamarnya. Kalo boleh digambarkan kamarnya itu kurang layak untuk dijadikan tempat penginapan. Kunci tak ada, kipas angin rusak, kamar mandi kotor, air tidak lancar dan yang paling menakutkan adalah kelelawar beterbangan dengan asyiknya kesana kemari di teras kamar kami. Mau tidak mau kami menempati kamar yang sudah disiapkan.
Istirahat sejenak dan kamipun menuju pantai parang tritis mengawasi anak-anak yang asyik bermain pasir dan ombak laut yang saat itu cukup besar. Kebetulan saat itu saya bertemu dengan Mas Eka (Tour Leader Kami). Sayapu menyampaikan apa yang saya rasakan tentang kamar kita dan akhirnya Mas Eka berhasil mengusahakan kami untuk pindah kamar yang lebih baik dan di lantai 1.
Selepas magrib rombongan kami ada jadwal kegiatan makan malam. Dan setelah makan malam ada request dari ibu-ibu guru jika ingin pergi ke pusat perbelanjaan (baca ngemol). Akhirnya reques itu dikabulkan oleh salah satu bapak guru yang kala itu ikut mendampingi anak-anak study tour. Acara ngemolpun dimulai. Perjalanan dari penginapan menuju mol A  memang sangat jauh hampir 2 jam kami melaluinya saat itu diiringi oleh hujan. Sampai di mol A parkiran penuh kemudian kami melanjutkan sampai ke mol B dan di mol B untuk memarkirkan kendaraan saja antrinannya panjang dan kamipun turun di depan mol sebelum mobil sampai pada tempat parkir. Saat itu sudah pukul sembilan malam lewat, sementara mol tutup pukul 10 malam. Bisa dipastikan tak lama kami di mol. Tepat pukul 10 kamipun merencanakan pulang. Saya dan 1 bu guru yang lain mengikuti pak guru yang menemani kami ngemol turun ke based man untuk mengambil mobilnya. Dan apa yang terjadi ketika sampai Based man? Ternyata mobi yang kami naiki tidak ada terlihat di tempat mobil di parkiran. Kami mencari dari satu lantai based man ke lantai yang lain sampai hampir 3 kali. Wajah panik sudah mulai terlihat di raut muka pak guru yang mengantar kami. Dalam hati saya berfikir biarlah kita tunggu saja sampai mobil-mobil yang parkir di mol ini keluar semua pasti nanti mobil kita akan terlihat. Karena kalo akan di cari akan membutuhkan energi yang lebih banyak lagi dikarenakan tempat parkirnya yang sangat luas.
Tak lama kemudian terbesit pleh pak guru untuk kembali mengingat dan menyusuri jalan yang tadi dilalui ketika turun dari mobil dan menuju ke dalam mol. Saya mengikuti dari belakang, ketika pak guru menapak tilas perjalanan menuju mol. Dan tak lama kemudian akhirnya mobil yang kami naiki ketemu di salah satu sudut tempat parkir yang memang tidak bisa terlihat jelas jika kita tidak mengingatnya dimana kita meletakkan kendaraan kita saat parkir. Wajah lega terlihat jelas dan akhirnya kamipun kembali menuju pulang ke hotel tempat kami mengingat. Selama perjalan pulang mobil kami diiringi oleh hujan yang sangat lebat. Sampai sampai jalan dihadapan kami tak terlihat. Sampai di hotel sekitar pukul 00.30 malam. Dan kamipun menuju kamar masing-masing untuk beristirahat.
Suara Adzan subuh terdengar tanda matahari sudah mulai terbit. Pagi itu saya memutuskan untuk tidak kepantai lagi menemani anak-anak karena kondisi tubuh yang sudah ngedrop dari awal sebelum saya melakukan perjalanan ke jogja. Saya lebih memilih membereskan barang bawaan yang ada di penginapan. Persipan melanjutkan perjalan berikutnya sudah hampir 100%. Anak-anak sudah siap menaiki bus, dan bapak ibu guru pendamping juga sudah siap lagi untuk mendampingi anak-anak melanjutkan perjalanan berikutnya. Kebetulan hari itu adalah hari terakhir kita berpetualang di kota pelajar. Petualangan terakhir adalah taman pintar, benteng vanderburg dan malioboro. Seharian kita berada dilokasi itu, karena kebetulan tempatnya sangat berdekatan.
Menjelang pulul 3 sore rombongan kami melanjutkan perjalanan menuju kota kita tercintah yaitu purbalingga. Tapi sebelum pulang sampai di purbalingga kami masih ada agenda terakhir yaitu makan malam di kebumen. Ada kejadian menyenangkan setelah makan malam ketika bus sudah berlajan beberapa saat. Tak disangka sangka, anak-anak yang dari awal berangkat terlihat kurang menikmati perjalanan kerena mabom perjalanan tapi saat pulang mereka sangat terlihat ceria dan berjoged sambil berdendang menyanyikan lagu-lagu dangdut kesukaan mereka. Jaran goyang semar mesem, suket teki dan lain-lainya mereka nyanyikan sepanjang perjalanan sampai masuk kota purbalingga tercintah. Perjalanan sayapun berakhir di titik dimana saya dijemput saat berangkat. Saya lalu turun dari bus dan mengucapkan salam kepada anak-anak, dan teman satu bus saya. Tak lupa juga saya berterimakasih kepada pak sopir dan asistennya karena telah membawa kami kembali lagi sampai ke tempat asal dengan selamat dan sehat tanpa ada kekurangan apapun.
Itulah petualangan yang dapat saya bagikan selama saya mengikuti perjalanan ke kota pelajar dengan durasi waktu dua hari satu malam. Semoga cerita saya ini dapat menjadikan hiburan bagi pembaca dan referensi wisata jogja yang bermanfaat.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

About