Majalah Dinding

Setiap kelas berkewajiban mengembangkan majalah dinding dibantu oleh wali kelasnya.

Pelatihan Penulisan Puisi

Penulisan puisi bersama Mas Agustav sebagai bagian dari GLS (Gerakan Literasi Sekolah).

Baca Buku 15 menit

Baca buku 15 menit sebelum mata pelajaran sebagai bagian dari GLS (Gerakan Literasi Sekolah).

Pelatihan Jurnalistik

Pelatihan Jurnalistik bersama Mas Ryan Rahman (Wartawan Suara Merdeka).

Pojok Baca

Adanya pojok baca di tiap kelas untuk mendukung GLS (Gerakan Literasi Sekolah).

Rabu, 31 Januari 2018

Teman Maya

Sumber : http://heartofwisdom.com/images/nl/friends/frdcl1f.gif

TEMAN MAYA

Oleh Arsyad R

Malam minggu adalah malam yang ditunggu-tunggu Maya. Karena hanya pada malam itu, dia diijinkan untuk main internet. Tentu saja orang tuanya sekali-kali menghampirinya dan memperingatkan kalau sudah malam.

Irma, adalah salah satu teman yang dikenalnya lewat facebook. Kebetulan hobi mereka juga sama, yaitu menulis. Persahabatan keduanya makin dekat ketika keduanya sempat bertemu pada lomba menulis cerpen antar sekolah di kabupaten. Persahabatan mereka terus berlanjut, meski lewat internet.

Sudah beberapa minggu ini, Irma tidak pernah terlihat online. Ini adalah minggu yang keempat, Maya tidak bertemu dengannya. Pesan maupun komentar yang dikirimnya tidak pernah dibalas. Nomor handphone yang tertulis di profilnya juga tidak aktif.

Maya bertanya-tanya dalam hati, “Ada apa dengannya?” Apakah dia marah kepadaku.” Malam itu, belum ada jam 8 malam, Maya sudah mematikan komputernya dan ikut duduk-duduk bersama orang tuanya di ruang keluarga.

Melihat wajah Maya yang kusut, Pak Argo, ayahnya bertanya.
“Kamu kenapa, gak biasanya jam segini sudah selesai main internetannya.”
“Malas Pak,” jawab Maya sekenanya.
“Kok malas sih, biasanya dipanggil-panggil saja kamu nggak mau nengok,” sambung Ibunya.
“Pasti ada masalah sama teman di facebook ya, ” ledek ayahnya sambil tersenyum. “Masa hanya gara-gara facebook kamu jadi murung begitu,”
“Bapak dan mamaku tersayang. Maya nggak ada apa-apa. Lagi males aja.”

Pak Argo dan istrinya saling berpandangan mata. Kemudian keduanya tertawa.
“Ya sudahlah. Sini nonton TV saja,” kata Ibunya dengan lembut.
“Nggaklah Bu. Maya mau tidur saja.”
“Kok tidur sih. Baru jam 8 . Coba kamu cerita deh, tentang temanmu,” kata Pak Argo sambil mengecilkan volume televisinya.
“Teman yang mana Pak.” Pura-pura Maya mengelak.
“Itu loh, teman internetmu. Yang katanya kamu pernah ketemu. Si Irma.”

Maya menghela napas dan terdiam.
“Pak, Bu boleh nggak kalau besok pagi kita mencari rumah Irma. Sudah sebulan Irma nggak pernah nongol. Maya kuatir dia kenapa-kenapa.”
“Buat apa sayang. Dia kan cuma kamu kenal di internet.” Ibunya menambahkan. “Emangnya kamu tahu alamatnya.”
“Pak Bu, Irma bukan sekedar teman di internet. Coba kalau gak ada dia. Pasti tiap malam minggu, Maya keluar malam. Maya kangen Bu? Pokoknya besok anterin. Maya punya alamatnya kok.” Mata Maya berkaca-kaca.

Kedua orang tuanya hanya saling berpandangan kebingungan. Maya kemudian lari menuju kamarnya dan mengunci diri.

Pagi harinya, tampak sebuah mobil menyusuri jalanan-jalanan pedesaan yang rusak. Jalan aspal yang banyak berlubang, membuat pengemudinya harus ekstra hati-hati. Sekali-kali mobil tersebut berhenti ketika ada mobil lain yang berpapasan. Di dalam mobil tampak ada Maya dan kedua orang tuanya.

Di sebuah pertigaan mereka berhenti. Maya turun dan menunjukkan alamat kepada seseorang yang kebetulan berada di situ.
“Kalau alamat ini masih jauh Mbak. Lurus saja, ikuti jalan ini, nanti melewati perkebunan yang sepi. Setelah perkebunan ada perempatan, belok kiri terus saja. Nanti ada sekolah baru. Tanya lagi di situ. Ya sekitar 40 menit dari sini”.
“Terima kasih Pak.”
“Iya, sama-sama. Hati-hati jalannya rusak.”

Mereka kembali melanjutkan perjalanannya. Makin mendekati alamat tersebut, Irma merasa jantungnya makin berdebar-debar. Ibunya hanya tersenyum melihat putrinya itu. Setelah bertanya beberapa kali, sampailah mereka di sebuah rumah yang cukup besar. Ketiganya turun.
Mereka memasuki halaman rumah yang cukup luas. Tiada kata-kata yang terucap dari ketiganya.

Hingga sampailah mereka di teras. Kelihatannya sepi. Lewat samping rumah, mereka ke belakang rumah. Juga tidak nampak ada orang di dalam. Mungkin hanya perlu menungu sebentar.

Lama menunggu tidak ada tanda-tanda penghuninya pulang. Tetangga yang kebetulan lewat hanya bilang, pagi-pagi sekali seluruh penghuninya pergi bersama-sama. Waktu hampir menunjukkan pukul 12 siang. Perut mereka sudah mula keroncongan. Akhirnya pak Argo memutuskan untuk pulang dan berjanji pada Maya akan datang ke situ lagi minggu depan. Maya tersenyum getir, tak dapat menahan rasa kecewanya.

Tepat ketika mobil akan berjalan, Maya tiba-tiba berteriak.
“Pak, sebentar. Itu Irma di depan.”

Maya dengan cepat keluar dari mobilnya dan berlari menemui Irma yang berjalan bersama 3 orang lagi, tampaknya ayah dan saudaranya. Keduanya berpelukan. Dengan menahan rasa haru Irma kemudian bercerita. Ibunya baru saja meninggal sebulan yang lalu. Pagi ini dia, ayah, adik dan kakaknya baru membersihkan makam ibu mereka. Dan rasa sedihnya membuat dia kehilangan harapan.

Mendengar cerita temannya, Maya tak kuasa menahan rasa harunya. Maya berjanji akan sering main ke rumah Irma. Sebaliknya, kadang Irma dengan diantar ayah dan saudara-saudaranya main ke rumah Maya.
Purbalingga, 12 Maret 2012
Share:

Selasa, 30 Januari 2018

SMP Negeri 3 Kutasari Tularkan Budaya Literasi Lewat Sastra

SMP Negeri 3 Kutasari Tularkan Budaya Literasi Lewat Sastra

BRALING.COM, PURBALINGGA – SMP Negeri 3 Kutasari menggandeng Komunitas Teater dan Sastra Perwira (Katasapa) untuk mengembangkan budaya literasi sekolah. Pengembangan literasi sekolah ini dikenalkan melalui pelatihan menulis.
Pada kegiatan yang digelar Kamis, 14 Desember 2017, pegiat Katasapa Agustav Triono memberikan materi tentang puisi. Sementara materi tentang cerpen diberikan oleh cerpenis yang juga guru Agus Pribadi.
Peserta pelatihan itu yakni seluruh siswa kelas 7,8 dan 9 yang dibagi menjadi dua sesi. Materi yang diberikan berupa teori kepenulisan serta praktik menulis dan membaca karya sastra.
“Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk mengembangkan budaya literasi yang sekarang sedang digalakkan. Sekaligus untuk kegiatan siswa setelah menempuh Penilaian Akhir Semester Gasal,” kata Arsyad Riyadi, Kepala SMP N 3 Kutasari.
Agus Pribadi menyebut ada beberapa siswa yang punya talenta. Dia berharap budaya menulis di kalangan pelajar bisa terus dikembangkan. Peserta mengikuti kegiatan tersebut dengan antusias. Saat sesi puisi, mereka secara bergantian membacakan puisi hasil pelatihan.
BANGKIT WISMO
Sumber : http://braling.com/2017/12/smp-negeri-3-kutasari-tularkan-budaya-literasi-lewat-sastra/


Share:

Menjadikan Sekolah Tanpa Kekerasan. Mungkinkah?

Menjadikan sekolah tanpa kekerasan. Mungkinkah?

Membaca judul di atas mungkin kita akan bertanya-tanya. Apa bukan berarti memaafkan segala pelanggaran yang dilakukan siswa? Apakah seorang guru dilarang keras kepada siswa-siswanya? Bayangkan kita menghadapi siswa-siswa dengan kelakuan sebagai berikut.
1. Andi ketahuan membolos bersama-sama gangnya. Bukan hanya sekali dua kali tetapi beberapa kali.
2. Slamet sudah semingguan tidak berangkat sekolah. Alasannya takut dengan  guru TIK-nya yang memberikan banyak tugas.

3. Maria mengadu ke guru BK karena diolok- olok temannya.
4. Maman dilaporkan karena dianggap melakukan pemalakan terhadap teman-temannya.
5. Toni ketahuan membawa HP ke sekolah tanpa ijin. Dan celakanya di dalam HP tersebut ditemukan konten-konten yang tidak pantas.

Kalau dilanjutkan masih 1001 persoalan yang dihadapi sekolah tiap hari. Apakah kita (dalam hal ini guru) senantiasa bersikap lembut atau kadangkala harus bersikap tegas bahkan cenderung kasar terhadap siswa-siswanya.

Dalam tulisan ini, akan diketengahkan mengenai konsep sekolah tanpa kekerasan. Bahkan konsep sekolah tanpa hukuman. Bagaimana mungkin? Marilah kita kaji perlahan-lahan.

Menjadikan Sekolah Sebagai Sahabat Siswa
Seorang sahabat tidak akan menyakiti. Seorang sahabat akan mengingatkan ketika temannya melakukan kesalahan. Boleh jadi seorang sahabat akan berkata keras, tetapi tidak akan bersikap kasar dia tidak akan meninggalkan. Seorang sahabat akan selalu ditunggu dan kita akan nyaman ketika bersamanya.

Keadaan berbeda ketika melihat seorang anak yang bergegas meninggalkan rumahnya di pagi hari dan kemudian segera meninggalkan sekolah sesaat setelah bel berbunyi. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa anak tersebut tidak menjadikan rumah sebagai tempat yang nyaman. Demikian juga sekolah bukan sebagai tempat yang bersahabat bagi mereka. Kebahagiann mereka tidak berada di antara kedua tempat tersebut.  Hal ini sangat disayangkan, mengingat dari 24 jam waktu mereka, hampir sepertiganya dihabiskan di lingkungan sekolah. Eksistensi mereka di sekolah diharapkan tidak sekedar raga yang dibuktika dengan catatan absensi namun diharapkan sebagai eksistensi batin yang akan diiringi dengan perasaan nyaman dan 'butuh' sekolah.

Demikian juga dari sudut pandang sebaliknya, suatu sekolah tak seharusnya hanya tampak sebagai sebuah benda mati berupa bangunan besar tempat belajar. Dari setiap sudut ruang, dan sudut pandang manapun bangunan yang bernama sekolah harus "berjiwa" . Siapakah yang dapat menghadirkan jiwa bagi sekolah?


Share:

Senin, 29 Januari 2018

Membangun Brand SMP Negeri 3 Kutasari

Membangun Brand SMP Negeri 3 Kutasari

Latar Belakang
Brand atau merk adalah nama. Merk ini membawa harapan bagi pemiliknya. Setidaknya ada 3 jenis merk berdasarkan kepemilikannya. Pertama, merek pribadi/perseorangan. Kedua, merek berbadan hukum. Ketiga, merek kolektif/kelompok.

Kenapa sih memakai merk? Seperti nama, merk ini sebagai tanda pengenal. Agar dikenal tentunya. Semisal mendengar kata SMP Negeri 3 Kutasari maka terbayang sebauh sekolah yang sejuk. Berada di desa Karangjengkol, di ujung barat kota Purbalingga dengan jarak kurang lebih 15 km dari alun-alun kota. Jadi ketika menginginkan sekolah di dekat alun-alun ya jangan berharap sekolah di SMP Negeri 3 Purbalingga.

SMP Negeri 3 Kutasari membutuhkan sebuah brand. Brand yang membedakan dari sekolah lain. Dengan berbagai masalah yang dihadapi, butuh brand atau merek yang bisa menjadi solusi. Kok bisa brand atau merk itu sebagai solusi. Coba bayangkan, Anda menghendaki sebuah sabun yang bisa menghilangkan gatal-gatal di kulit. Kira-kira sabun apa yang dipakai? Lux, asepso, lifebouy, dettol, nouvo atau sabun yang lain. Ketika Anda membutuhkan handphone yang murah dengan fasilitas yang paling update kira-kira merk apa yang akan anda beli? Ya begitu kan.

Tantangan yang dihadapi SMP Negeri 3 Kutasari semakin berat. Dengan perkembangan siswa-siswa yang makin kekinian tentunya sekolah harus makin berbenah. Tuntutan masyarakat agar sekolah memberikan layanan yang baik juga menjadi tantangan sendiri. Sedangkan dari internal sendiri, harus mau menjawab apakah SMP Negeri 3 Kutasarai akan menjadi sekolah yang biasa-biasa saja atau akan menjadi sekolah dambaan masyarakat.

Ringkasnya, brand atau merk SMP Negeri 3 Kutasari diperlukan untuk menjadikan sekolah ini lebih kompetitif dan menjadikan sebagai senjata untuk bersaing dengan sekolah lain. Serta brand atau merk ini akan menjadi kebanggaan warga sekolah.

Terkait dengan penerimaan siswa baru, promosi sekolah ini dapat dilakukan secara terus menerus melalui sosialiasi brand sekolah. Sebuah kekeliruan besar ketika promosi sekolah dilakukan hanya saat mau PPDB ataupun sekedar ikut-ikutan sekolah lain.

Bagaimana Implementasi Brand Sekolah
Branda atau merek bukan sekedar buat gagah-gagahan. Atau sekedar menjadi konsep yang di awang-awang. Brand ini harus diimplementasikan melalui berbagai cara.
Pertama, penataan ruang kelas. Tatalah ruang kelas sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Variasikan penataan ruang kelas secara berkala. Langkah ini perlakukan agar suasana pembelajaran tetap fresh/segar, tingkat stress siswa dan guru berkurang.
Kedua, proses pembelajaran nyaman dan menyenangkan. Bagi guru gunakan kata-kata yang santun selama pembelajaran (tentunya selalu santun dong di manapun), gunakan berbagai metode, gunakan pembelajaran yang berfokus kepada siswa, serta hindari mengeluarkan anak dari kelas.
Ketika, pemberian hukuman. Lakukan pemberian hukuman secara santun. Hindari menghukum dengan disertai kata-kata yang kasar/teriakan. Kendalikan emosi/rasa marah ketika hendak menentukan hukuman. Contoh alternatif hukuman : infaq, sedekah, menghapalkan asmaul husna, menghapalkan ayat-ayat Al-Qur'an, penghilangan hak, adanya tembok ratapan dan jenis hukuman lain.
Ketiga, penataan ruang perpustakaan, ruang ganti dan fasilitas lain sebagai wujud dari pelayanan prima, khususnya kepada siswa.


Selain itu, banyak hal bisa dilakukan sebagai bentuk implementasi brand sekolah. Misalnya, seragam guru atau siswa yang menjadi pembeda dari sekolah lain. Penggunaan seragam pramuka di hari sabtu oleh guru/karyawan disamping menggunakan seragam batik bebaspun bisa menjadi faktor pembeda. Brand atau merk ini juga dapar dilekatkan pada seragam, topi, desi dan berbagai atribut lain (stiker, tas, buletin, majalah sekolah, buku tulis, buku harian dan sebagainya).

Di samping itu jangan lupakan media, yang dalam hal ini bisa dilakukan dengan mengelola majalah dinding secara lebih tertib dan terbuka. Misalnya dengan memberitakan setiap kejadian di sekolah. Bukan hal tabulah, ketika perselisihan/masalah antar siswa ditulisan baik sebagai berita aktual maupun feature.

Perpustakaan yang umumnya dibuka sampai batas bel, cobalah sekarang dibuka sampai sore. Karena sore hari (setelah pulang sekolah) siswa lebih longgar waktunya untuk mengerjakan berbagai hal. Gunakan perpusatkaan ini sebagai tempat belajar yang dilengkapi dengan berbagai buku, majalah, surat kabar, buletin dan sumber belajar lain. Jangan lupa sediakan jaringan internet buat perpustakaan. Jadikan juga perpustakaan sebagai sumber daya digital.

Jadi, apa brand  SMP Negeri 3 Kutasari atau yang dikenal dengan spentriku atau spenthreeku ini?
Mari kita renungi bareng-bareng. Intinya bangunlah reputasi SMP Negeri 3 Kutasari ini sebagai sekolah yang dicintai oleh siswa, guru, karyawan, orang tua, dan masyarakat.

Good is not enough...
baik tidaklah cukup ketika tidak bisa mempengaruhi


Share:

Puisi Haiku : Menggapai Asa


Spentriku

Share:

EFEK DOMINO

EFEK DOMINO

Oleh : Ika Rini


Teori domino adalah teori yang didengungkan sejak tahun 1950 an sampai tahun 1980 an. Suatu teori yang berspekulasi bahwa apabila suatu negara di suatu kawasan terkena pengaruh komunisme maka negara sekitar akan ikut dipengaruhi oleh komunisme melalui efek domino. Analoginya Jika satu baris domino dijatuhkan maka kartu domino sebelahnya aka ikut jatuh dan seterusnya peristiwa yang terjadi berikut sampai jatuhnya domino terakhir terjadi dalam waktu yang sangat cepat. Sekarang efek domino tak lagi hanya berkaitan dengan komunisme. Semua hal kejadian atau peristiwa dipastikan memiliki efek  domino (baca : konsekuensi).

Sebagai contoh yang agak serius adalah peristiwa kenaikan harga BBM. Efek domino dari pristiwa kenaikan harga BBM bisa digambarkan sebagai brikut :
  1. BBM naik →biaya produksi naik →harga barang naik →daya beli menurun → banyak pabrik gulung tikar → pengangguran → kemiskinan → anak putus sekolah
  2. BBM naik →biaya produksi baju naik → harga baju naik → saya tak mampu beli baju baru → saya tidak modis lagi → suami ditakutkan melirik yang lain
  3. BBM naik → harga emas naik → harga cincin naik → Om Anjar tertunda meminang bunganya → kasihan oh kasihan (sssttt...yess!) 

Tiga contoh efek domino di atas biarlah dipikirkan oleh yang berkepentingan saja. Dengan memahami adanya efek domino, tentu akan membuat kita lebih berhati-hati lagi dalam mengambil keputusan apapun dalam hidup keseharian kita. Menentukan prioritas juga bisa berdasar efek domino yang dihasilkan. Sebagai contoh untuk  penentuan prioritas pekerjaan berikut ini :

  • Mengerjakan 14 kompetensi 
  • Mengerjakan Tagihan Cheklist 
  • Mengerjakan Program Sukses UN
  • Mengerjakan Administrasi Sekretaris UN 
  • Mengerjakan Tulisan Ini...

Tentukan efek domino dari kelima pekerjaan tersebut, pahami dan analisis bahwa pekerjaan dengan efek domino terpanjang adalah pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Namun, pekerjaan dengan efek terpendek ternyata pekerjaan yang paling menyenangkan. Bagaimana? Kalau masih bingung menentukan prioritas mari bersenang-senang saja...


Share:

Minggu, 28 Januari 2018

SEPI KU IBU

SEPI KU IBU
Oleh : Choirul Rahmawati, S.Pd

KALA HATI TERBALUT SEPI
KALA GUNDAH MENYELIMUTI DIRI
TERPAKU....
TERBAYANG....
SERAUT WAJAH YANG TERPATRI DIHATI

                        SOSOK YANG TINGGAL DIANGAN
                        SOSOK YANG TINGGAL KENANGAN
                        SOSOK YANG SELALU TERINDUKAN
                        SOSOK YANG TAK DAPAT TERHAPUSKAN

            SALAH KAH JIKA KU RINDU AKAN HADIRMU
            SEPERTI DAHULU....
            TEMPAT KU BERCERITA
            TEMPAT KU MENGADU
            TEMPAT KU BERBAGI

KALA SEPI MENYELIMUTI HATI
KU BICARA PADAMU IBU
WALAU DALAM ANGAN KU
HANYA TUK MERINGANKAN
APA YANG MENGGELAYUT DI JIWA

                       
Share:

Kibaran Merah Putih




    
KIBARAN MERAH PUTIH
Oleh : Choirul Rahmawati, S.Pd

IBU....
MENGAPA MERAH PUTIH
TANPA MATAHARI, BULAN BAHKAN...
TAK SATUPUN BINTANG
POLOS....

NAK...
MERAH BERARTI BERANI
MERAH...
 SEMERAH API SEMANGAT PERJUANGAN
YANG MEMBARA KALA ITU

MERAH...
SEMERAH DARAH YANG MENETES
BERLINANG  BAHKAN  MEMBANJIRI
PERSADA IBU PERTIWI

PUTIH BERARTI SUCI
PENDAHULU KITA ARTIKAN KATA
SUCI...
SESUCI PIKIRAN MEREKA
UNTUK RAIH SATU TUJUAN
MERDEKA....
UNTUK NEGRI TERCINTA

POLOS TANPA GAMBAR APAPUN
SEPOLOS HATI MEREKA
TANPA HARAP IMBALAN, PENGHORMATAN,
DAN TANDA JASA

WALAUPUN KINI MEREKA DIKENANG
DENGAN PENGHORMATAN SEBAGAI PAHLAWAN
DIBAWAH KIBARAN SANG MERAH PUTIH
YANG MELAMBAI DENGAN GAGAH PERWIRA
DI PERSADA IBU PERTIWI.....




                                                                        MM 27 SEPT 2017

Share:

JOGJA MY PETUALANG


    
JOGJA MY PETUALANG
(Sepenggal Kisah 2 Hari 1 Malam di Jogjakarta)
Oleh : Galih Prawindi Andikasari, S.Pd

Jalan berliku dan berkelok yang ku lalui untuk menuju sebuah tempat yang indah yang belum pernah aku kunjungi. Ketika itu sabtu dini hari. Aku sudah siap di tempat penjemputan yang sudah direncanakan. Tak lama rombongan bus dari Spentriku tiba di tempat penjemputan. Tanpa basa basi akupun naik dan disambut oleh teman-teman dan anak-anak yang sudah berada di dalam armada. Ada tiga rombongan kala itu 2 bus dan 1 mobil MPV, kita menyebutnya pasukan ELF (dibaca elef).
Malam cerah perjalananpun lancar, anak-anak tertidur pulas. Memang sih tidak semua tidur pulas, ada beberapa anak yang mabuk sampe tak berdaya. Tak berapa lama ku buka hape dan ku tengoklah whatsapp. Terkaget ketika baca di grup wa ada informasi bahwa ban pasukan ELF meletus di wilayah Rowokele Gombong Kebumen. Yang terpikirkan dalam benak saya kala itu adalah penumpang-penumpang di mobil itu. Kuteleponlah salah satu penumpang di mobil itu, beberapa kali kutelepon tidak ada jawaban. Ternyata nomor yang saya telepon speakernya mati. Tapi saya merasa lega karena pasukan ELF semua dalam keadaan baik-baik saja.
Perjalanan terus berlanjut dan pasukan ELF pun terus kita pantau sudah sampai di titik mana mereka berjalan. Pagi menjelang, rombongan bus kami sudah masuk Jalan Kaliurang dan berhenti di Daerah Pakem untuk kegiatan sholat subuh sambil menunggu pasukan ELF tiba bersama kami. Kurang lebih 30 menit kami berhenti, tapi tak kunjung ada tanda-tanda pasukan ELF akan tiba. Dari berita yang didapat pasukan ELF akan sampai di lokasi sekitar 30 menit lagi. Bus kamipun melaju menuju pendaratan pertama yaitu Wisata Lava Tour di Daerah Cangkringan. Kurang lebih pukul 6 kami sampai di lokasi. Di sana beberapa mobil Jeep yang di booking oleh biro kami sudah siap untuk mengantarkan kami berpetualang di wilayah yang tekena dampak erupsi gunung merapi pada tahun 2010. Sebelum petualangan dimulai saya dan beberapa teman guru dan anak-anak didik saya berfoto foto ria dengan berbagai pose bersama mobil Jeep yang akan kami tumpangi.
Banyak foto yang saya upload digrup wa Spenthreeku, dengan tujuan supaya pasukan ELF semangat untuk menyusul kami sampai ke lokasi. Petualangan pun dimulai meskipun pasukan ELF belum juga tiba. Mobil-mobil mulai menyalakan mesinnya. Tak terbayangkan olehku bahwa suara mobil itu akan menderu-deru seperti itu. Suaranya sangat bising dan memekakan telingaku. Mobil mulai melaju menuju lokasi pertama yaitu  House Of Memory. Awalnya mobil berjalan seperti biasa tak ada sesuatu yang aneh, sayapun mengeluarkan senjata saya dari dalam tas. Apakah senjata itu? Ya sebuah senjata yang menjadi andalan banyak orang ketika akan mengabadikan sesuatu. Senjata itu adalah HP. Maksud hati ingin mangabadikan pemandangan indah di sekeliling, jalan yang berbatu dan naik turun penuh tantangan melalui sebuah video. Kata orang jaman now biar kekinian dan seperti acara televisi My Trip My Adventure. Baru beberapa detik tiba-tiba sopir Jeep yang saya tumpangi menambah kecepatan sehingga adrenalin kami semua naik dan berteriak-teriak,  sampai-sampai video yang saya rekampun hasilnya amburadul. Semakin kami berteriak, malah  mas supir (aku menyebutnya mas supir karena masih muda) menginjak pedal gasnya semakin dalam. Hmmm sepertinya mas supir senang melihat kami berteriak-teriak ketakutan tapi senang.
Sepanjang perjalanan menuju pendaratan pertama di House Of Memory kami tak berhenti berteriak-teriak. Masuk lokasi pertama suasana yang saya rasakan saat itu agak-agak mistis, mungkin karena saya baru pertama kali ke sana. Sayapun mengelilingi dan melihat-lihat lokasi itu. Disana ada tulang hewan ternak yang masih utuh, sepeda motor, kursi, perabot rumah tangga, mesin-mesin dan lain-lainnya yang terkena Erupsi Merapi 2010. Pokoknya selfi-selfi, wefi-wefi tak ketinggalan kita lakukan. Lima belas menit kurang lebih kita berada di sana. Pemandu petualang, begitu aku menyebutnya, sudah memberi aba-aba kalo kita harus melanjutkan ke tempat berikutnya. Dalam benakku “huff harus menyiapkan energi lagi untuk berteriak-teriak sampai ke tempat berikutnya”. Kami naik Jeep lagi dan menyiapkan kekuatan biar bisa sampai di titik kedua.
Mobil berjalan beriringan, dan tak dinyana-nyana ternyata jeep melaju seperti biasa sehingga kami tidak perlu berteriak-teriak karena takut bahkan kami bisa leluasa berdiri diatas mobil jeep sambil menikmati pemandangan sekitar. Eh kemana pasukan ELF, sampai dititk kedua aku belum melihat rombongan pasukan ELF. Tapi akhirnya pasukan ELF datang ketika kami akan melanjutkan ke Banker Kaliadem titik terakhir yang kami tuju. Di situ Gunung Merapi semakin terlihat jelas dan dekat. Ketakjuban saya bertambah, betapa indahnya pemandangan di sekitar Merapi dan betapa sejuknya udara disana. Sepertinya udaranya masih sangat bersih. Cuma ada beberapa hal yang membuat saya bertanya tanya ketika sampai di Banker Kaliadem. Kebetulan untuk menuju Banker Kaliadem, saya melewati pasar dan di pasar itu dijual bebas Bunga Edelways. “Bukankah bunga itu bunga yang dilindungi?. kenapa bisa bunga itu dijual bebas?” Dalam benakku bertanya. Tapi tak sampai terpikirkan lama sudah berusaha ku lupakan.
Selesai dari sana kami kembali ke pangkalan. Sebelum mobil melaju saya minta sama mas sopir untuk tidak memacu Jeepnya kencang-kencang, karena saya tahu mobil akan melaju dengan kencang ketika turun. Saya melihat mobil-mobil lain seperti itu.  Mas supir menuruti apa yang kami inginkan sampai kami tiba di tempat makan untuk sarapan. Kami sarapan dengan menu yang sederhana tapi enak dan nikmat sekali.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan berikutnya yaitu Candi Prambanan. Disana tidak ada yang spesial buatku karena memang aku sudah beberapa kali kesana. Lepas dari Candi Prambanan kami menuju Museum Dirgantara. Di sana pasukan ELF sudah sudah menunggu sambil kelaparan karena belum dapat makan siang. Di Museum Dirgantarapun tidak ada hal yang luar biasa yang harus diceritakan. Paling ada beberapa anak yang sudah terlihat tak berdaya karena mabuk selama perjalanan.
Dua jam lamanya di Museum Dirgantara, perjalanan kami lanjutkan menuju penginapan di Paris alias Parangtritis. Ada hal yang menarik saat kami tiba di Paris (baca Parangtriris). Bayangan saya begitu sampai di Paris kami sudah bisa langsung turun dari bus dan menikmati kamar untuk istirahat. Ternyata kami harus menunggu beberapa lama karena hotel yang akan kami tempati tidak bisa satu lokasi, dengan alasan hotel penuh karena ini malam minggu. Tiga hotel yang kami tempati, meskipun beda hotel tapi jaraknya tidak berjauhan.  Ada kamar di lantai 2 ditawarkan kepada ibu-ibu guru. Kalo boleh saya tidak mau di lantai 2 yang naik tangga. Akhirnya kamar di pakai bapak ibu guru sementara saya dan ibu-ibu yang lain berharap dapat kamar di lantai 1. Tak lama saya dan ibu-ibu yang lain akhirnya diantar meunju ke kamar, tapi apa yang terjadi ternyata apa yang terjadi kami malah mendapatkan kamar di lantai tiga dan naik tangga sempit pula. Agak kaget saya ketika melihat kamarnya. Kalo boleh digambarkan kamarnya itu kurang layak untuk dijadikan tempat penginapan. Kunci tak ada, kipas angin rusak, kamar mandi kotor, air tidak lancar dan yang paling menakutkan adalah kelelawar beterbangan dengan asyiknya kesana kemari di teras kamar kami. Mau tidak mau kami menempati kamar yang sudah disiapkan.
Istirahat sejenak dan kamipun menuju pantai parang tritis mengawasi anak-anak yang asyik bermain pasir dan ombak laut yang saat itu cukup besar. Kebetulan saat itu saya bertemu dengan Mas Eka (Tour Leader Kami). Sayapu menyampaikan apa yang saya rasakan tentang kamar kita dan akhirnya Mas Eka berhasil mengusahakan kami untuk pindah kamar yang lebih baik dan di lantai 1.
Selepas magrib rombongan kami ada jadwal kegiatan makan malam. Dan setelah makan malam ada request dari ibu-ibu guru jika ingin pergi ke pusat perbelanjaan (baca ngemol). Akhirnya reques itu dikabulkan oleh salah satu bapak guru yang kala itu ikut mendampingi anak-anak study tour. Acara ngemolpun dimulai. Perjalanan dari penginapan menuju mol A  memang sangat jauh hampir 2 jam kami melaluinya saat itu diiringi oleh hujan. Sampai di mol A parkiran penuh kemudian kami melanjutkan sampai ke mol B dan di mol B untuk memarkirkan kendaraan saja antrinannya panjang dan kamipun turun di depan mol sebelum mobil sampai pada tempat parkir. Saat itu sudah pukul sembilan malam lewat, sementara mol tutup pukul 10 malam. Bisa dipastikan tak lama kami di mol. Tepat pukul 10 kamipun merencanakan pulang. Saya dan 1 bu guru yang lain mengikuti pak guru yang menemani kami ngemol turun ke based man untuk mengambil mobilnya. Dan apa yang terjadi ketika sampai Based man? Ternyata mobi yang kami naiki tidak ada terlihat di tempat mobil di parkiran. Kami mencari dari satu lantai based man ke lantai yang lain sampai hampir 3 kali. Wajah panik sudah mulai terlihat di raut muka pak guru yang mengantar kami. Dalam hati saya berfikir biarlah kita tunggu saja sampai mobil-mobil yang parkir di mol ini keluar semua pasti nanti mobil kita akan terlihat. Karena kalo akan di cari akan membutuhkan energi yang lebih banyak lagi dikarenakan tempat parkirnya yang sangat luas.
Tak lama kemudian terbesit pleh pak guru untuk kembali mengingat dan menyusuri jalan yang tadi dilalui ketika turun dari mobil dan menuju ke dalam mol. Saya mengikuti dari belakang, ketika pak guru menapak tilas perjalanan menuju mol. Dan tak lama kemudian akhirnya mobil yang kami naiki ketemu di salah satu sudut tempat parkir yang memang tidak bisa terlihat jelas jika kita tidak mengingatnya dimana kita meletakkan kendaraan kita saat parkir. Wajah lega terlihat jelas dan akhirnya kamipun kembali menuju pulang ke hotel tempat kami mengingat. Selama perjalan pulang mobil kami diiringi oleh hujan yang sangat lebat. Sampai sampai jalan dihadapan kami tak terlihat. Sampai di hotel sekitar pukul 00.30 malam. Dan kamipun menuju kamar masing-masing untuk beristirahat.
Suara Adzan subuh terdengar tanda matahari sudah mulai terbit. Pagi itu saya memutuskan untuk tidak kepantai lagi menemani anak-anak karena kondisi tubuh yang sudah ngedrop dari awal sebelum saya melakukan perjalanan ke jogja. Saya lebih memilih membereskan barang bawaan yang ada di penginapan. Persipan melanjutkan perjalan berikutnya sudah hampir 100%. Anak-anak sudah siap menaiki bus, dan bapak ibu guru pendamping juga sudah siap lagi untuk mendampingi anak-anak melanjutkan perjalanan berikutnya. Kebetulan hari itu adalah hari terakhir kita berpetualang di kota pelajar. Petualangan terakhir adalah taman pintar, benteng vanderburg dan malioboro. Seharian kita berada dilokasi itu, karena kebetulan tempatnya sangat berdekatan.
Menjelang pulul 3 sore rombongan kami melanjutkan perjalanan menuju kota kita tercintah yaitu purbalingga. Tapi sebelum pulang sampai di purbalingga kami masih ada agenda terakhir yaitu makan malam di kebumen. Ada kejadian menyenangkan setelah makan malam ketika bus sudah berlajan beberapa saat. Tak disangka sangka, anak-anak yang dari awal berangkat terlihat kurang menikmati perjalanan kerena mabom perjalanan tapi saat pulang mereka sangat terlihat ceria dan berjoged sambil berdendang menyanyikan lagu-lagu dangdut kesukaan mereka. Jaran goyang semar mesem, suket teki dan lain-lainya mereka nyanyikan sepanjang perjalanan sampai masuk kota purbalingga tercintah. Perjalanan sayapun berakhir di titik dimana saya dijemput saat berangkat. Saya lalu turun dari bus dan mengucapkan salam kepada anak-anak, dan teman satu bus saya. Tak lupa juga saya berterimakasih kepada pak sopir dan asistennya karena telah membawa kami kembali lagi sampai ke tempat asal dengan selamat dan sehat tanpa ada kekurangan apapun.
Itulah petualangan yang dapat saya bagikan selama saya mengikuti perjalanan ke kota pelajar dengan durasi waktu dua hari satu malam. Semoga cerita saya ini dapat menjadikan hiburan bagi pembaca dan referensi wisata jogja yang bermanfaat.
Share:

Sabtu, 27 Januari 2018

TIGA PUTRA RAJA



TIGA PUTRA RAJA

Alkisah di sebuah negeri, terdapat kerajaan bernama Kerajaan Maranata. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja bernama Raja Awacela. Baginda adalah raja yang sangat bijaksana. Ia sangat dicintai rakyatnya. Di bawah kepemimpinannya Kerajaan Maranata tumbuh menjadi kerajaan yang makmur, aman dan disegani oleh kerajaan tetangga. Raja Awacela memiliki tiga orang putra. Putra pertama bernama Awatu, putra kedua bernama Awada, dan si bungsu bernama Awaga. Ketiga putra raja memiliki paras rupawan, pandai dan menguasai ilmu bela diri dengan baik.

Suatu hari Raja Awacela tampak merenung murung di kebun belakang istana. Melihat suaminya sedang bernuram durja, permaisuri raja, Ratu Awari mendekati baginda raja.
"Salam hormat baginda, bolehkah saya tahu kenapa baginda bermuram durja?"
Raja Awacela menoleh ke arah suara. Tampak Ratu Awari sudah berada di belakangnya.
"Oh...kau di sini rupanya. Mari, duduklah di sini istriku." Raja Awacela mempersilahkan Ratu Awari duduk di sampingnya.
"Aku sedang memandang burung gereja liar itu Ratuku, mereka begitu bebas beterbangan riang gembira mencari makan." Baginda raja diam sejenak, diliriknya wajah Ratu Awari yang juga tampak memandang puluhan Burung Gereja liar tak jauh di hadapannya.
"Aku memikirkan ketiga anakku, apakah kelak mereka bisa bergembira dalam kehidupannya?Apakah mereka bisa bertahan hidup seandainya mereka bukan lagi putra seorang raja?"
"Kenapa Baginda berpikir sampai sejauh itu?" 
"Ratuku...hakekat kita ada dalam kehidupan ini adalah tiada berhak merasa memiliki apapun. Tahta, harta , dan jalan hidup yang kita jalani sebatas kebetulan dan keberuntungan nasib yang diputuskan untuk kita"
Baginda bangun dari kursinya, ia berjalan perlahan mendekati kumpulan burung gereja dan seketika burung-burung liar itu beterbangan menjauh dari baginda.
"Bukankah anak-anak kita adalah anak yang cerdas baginda. Tak perlu merisaukan kemampuan mereka dalam menjalani kehidupan ini"
"Memang benar demikian, Ratu. Namun kecerdasan mereka diperoleh karena mereka berkesempatan belajar dari sumber-sumber belajar terbaik di negeri ini. Mereka mendapatkan pengajaran dari guru-guru terpilih terbaik di bidangnya. Tapi bukankah guru terbaik adalah kehidupan itu sendiri?"
"Apa yang baginda inginkan?"
"Aku ingin mereka belajar bukan dari gurunya manusia ataupun kelasnya manusia, mereka harus bisa belajar dari kehidupan yang maha luas. Aku ingin mereka pergi ke luar istana, menyamar menjadi rakyat biasa selama 7 hari untuk mendapatkan nilai luhur kehidupan. Apakah kau menyetujuinya, Ratuku?"
"Baginda, sebagai ibu hamba pun menginginkan anak-anak hamba memperoleh nilai luhur tersebut. Hamba menyetujui keinginan baginda raja."

Pagi hari sesudah sore itu...
Raja Awacela memanggil ketiga putranya. Awatu, Awada dan Awaga tampak duduk berdampingan di hadapan Raja Awacela. 
"Salam hormat dari kami, Ayahanda." Awatu memberi salam mewakili kedua adiknya.
"Semoga Yang Maha Kuasa memberkati kalian semua." Baginda mengangkat tangan kanannya sebagi isyarat doa dan restu untuk ketiga anaknya.
"Kiranya apa yang akan Ayahanda sampaikan kepada kami bertiga?"
"Anak-anakku...usiaku sudah semakin tua, orang bijak berkata bahwa usia tua adalah pertanda dekat tutup usia, meski ajal sendiri tak tergantung oleh bilangan umur manusia. Aku khawatir di sisa usiaku, aku belum memberikan bekal hidup apapun kepada kalian."
Raja menatap satu persatu putranya yang tampak diam hormat berwibawa.
"Aku ingin kalian pergi belajar...bukan pada guru manusia, tapi belajar pada guru kehidupan."
"Apa yang harus kami lakukan, Ayahanda?" Awaga, si bungsu, membuka suara.
"Pergilah kalian belajar pada kehidupan yang sebenarnya, keluarlah dari kerajaan selama 7 hari, jadilah rakyat biasa, ambilah sebuah nilai luhur dari kehidupan luar istana yang kalian jalani."
Raja Awacela menghirup nafas panjang, sebagai isyarat kelegaan telah mengungkapkan keinginannya. 
"Apa kalian bersedia?" tanya baginda kepada ktiga putranya.
"Daulat Ayahanda, tentu saja kami bersedia." Awatu menjawab diikuti anggukan kepala kedua adiknya.

Pagi hari setelah pertemuan Raja Awacela dan ketiga putranya...
Awatu, Awada, dan Awaga ke luar istana. Mereka menyamar sebagai rakyat biasa. Awatu memilih bekerja sebagai pembuat tombak di ujung timur kerajaan. Awada memilih menjadi pedagang hewan buruan di pasar kerajaan. Sedangkan Awaga bekerja sebagai pembantu tukang masak di sebuah warung makan ternama di pusat Kerajaan Maranata. Kebijakan dan kebajikan yang telah dibekalkan kepada mereka sebelumnya, membuat mereka bersungguh-sungguh menjalani peran masing-masing untuk sebuah nilai luhur yang harus mereka temukan. Tak ada peran yang salah dalam kehidupan ini, semua peran sudah ditentukan olehNya dan semua pemeran sudah disesuaikan dengan bekal kekuatan yang diberikan olehNya.

Tujuh hari berlalu...
Hari ini ketiga putra raja sudah kembali ke istana. Ratu Awari tampak yang paling haru menyambut kepulangan mereka. Menahan kerinduan pada anaknya selama tujuh hari bukanlah hal yang mudah bagi seorang ibu. Baginda pun tampak begitu bahagia, tetapi wibawanya menutupi raut muka bahagianya. Tak berapa lama ketiga putra raja telah duduk kembali di tempat yang sama mereka duduki tujuh hari lalu.
"Selamat datang kembali di istana, Putraku semua. Yang Maha Kuasa memberkati kalian' Baginda memberi salam terlebih dahulu.
"Salam hormat dari kami, Ayahanda." Awatu membalas salam Baginda.
Tak banyak yang berubah dari penampilan tiga putra raja tersebut, kecuali kulit Awada yang tampak lebih hitam, dan tangan Awatu yang tampak sedikit kasar.
"Bagimana dengan sekolah kalian, apa yang kalian dapatkan dari kehidupan di luar sana?" Baginda tak sabar ingin medengar cerita dari mereka.
"Berceritalah bungsuku Awaga..." Baginda memerintahkan Awaga untuk bercerita pertama kali
"Baiklah, Ayahanda." Awaga mulai bercerita.
"Hamba selama tujuh hari bekerja sebagai pembantu tukang masak di sebuah warung makan, tugas hamba adalah menyiapkan bahan dan bumbu masakan yang akan digunakan oleh tukang masak. Menu yang paling laris di warung itu adalah Sop Lemak Beledah. Untuk membuatnya dibutuhkan dua puluh tiga jenis rempah. Jika salah satu rempah tidak ada, hambarlah rasa masakan itu. Dan dari hal itu hamba mendapatkan sebuah nilai keluhuran."
"Apakah nilai yang kau peroleh?" 
"Bahwa apabila kita berkesempatan memimpin dua puluh tiga orang dalam suatu pemerintahan, maka kita tidak boleh meremehkan peran masig masing. Semua berkepentingan dalam memajukan kerajaan, tidak ada peran kecil, tidak ada peran besar, semua punya peran yang unik, saling ketergantungan bersinergi satu dengan yang lainnya." Awaga bercerita dengan penuh semangat.
"Demikian Ayahanda, Awaga dapat nilai luhur tentang kesinergian." Awaga menutup ceritanya
Baginda tampak mengangguk anggukkan kepala bermahkotanya.
"Kisah yang bagus Awaga." Puji baginda raja.
"Giliranmu Awada. Apa kisah tujuh harimu?" Lanjut baginda
"Hamba selama tujuh hari kemarin menjadi penjual hewan buruan, setiap sore hamba berburu di Hutan Rabada di wilayah utara kerajaan. Terkadang dapat babi hutan, rusa, ayam hutan dan beberapa hewan buruan lainnya. Hewan buruan itu hamba jual keesokan harinya di Pasar Kerajaan."
"Sedari kecil kau paling suka berburu." Raja tersenyum mendengar cerita Awada.
"Nilai apa yang kau dapatkan, Anakku.?"
"Ayahanda...hamba pernah sehari tidak dapat menangkap hewan buruan satu pun. Itu dikarenakan karena ketidakfokusan hamba dan keserakahan hamba. Ketika hamba sedang mengejar rusa, tampak babi hutan di sisi lain, kemudian hamba berambisi mengejar keduanya...tapi yang terjadi hamba kehilangan keduanya. Nilai luhur yang hamba dapatkan adalah ambisi yang berlebihan bisa menggagalkan kesuksesan yang sudah di depan mata."
Raja Awacela bertepuk tangan, sorot mata bangga terpancar jelas.
"Ceritamu tak kalah bagus dari adikmu, Awada." kata baginda.
"Terima kasih Ayahanda." jawab Awada
"Tiba giliranmu,Sulungku" Raja Awacela menunjuk Awatu.
Awatu memberi hormat lalu mulai bercerita,
"Hamba memilih menjadi tukang pembuat tombak di Desa Morsai. Hamba membuat tombak sesuai permintaan pemesannya. Tombak yang bagus adalah tombak yang seimbang ketika diangkat. Dan demikianlah sehingga hamba sering mengangkat tombak untuk menguji keseimbangannya. Pada mulanya hamba kesulitan menemukan nilai luhur dari pekerjaan hamba, sebelum akhirnya hamba menyadari ketika hamba mengangkat satu ujung tombak maka ujung yang lain pun ikut terangkat...bukankah itu yang dimaksud dengan selalu ada konsekuensi atas tindakan yang kita lakukan?Demikian yang dapat saya pelajari, Ayahanda." Awatu mengakhiri ceritanya.
"Prok...prok...prok..." Raja Awacela bertepuk tangan, meski tanpa kata-kata, wajah baginda menunjukkan rasa bangga yang luar biasa pada ketiga putranya,
"Hari ini aku tidak risau lagi dengan kehidupan kalian kelak. Nilai luhur yang kalian dapatkan cukup menjadi pembuktian bahwa kalian sudah mampu hidup dalam kehidupan." Baginda diam sejenak.
"Tahta, harta, semua bisa hilang dalam sekejap. Tak usah khawatir dengan segala hal di dunia selama kalian bisa menangkap keluhuran kehidupan maka kehidupan menjadi milik kalian."

Dan demikianlah, sejak saat itu ketiga putra raja sering keluar istana untuk belajar kehidupan yang sebenarnya. Menemukan nilai-nilai luhur yang tersembunyi di balik kisah kehidupan rakyat biasa. Dan segenap rakyat Kerajaan Maranata tak lagi mengkhawatirkan kebijakan dan kabajikan penerus tahta Raja Awacela...








Share:

About