Sumber : http://heartofwisdom.com/images/nl/friends/frdcl1f.gif |
TEMAN MAYA
Oleh Arsyad RMalam minggu adalah malam yang ditunggu-tunggu Maya. Karena hanya pada malam itu, dia diijinkan untuk main internet. Tentu saja orang tuanya sekali-kali menghampirinya dan memperingatkan kalau sudah malam.
Irma, adalah salah satu teman yang dikenalnya lewat facebook. Kebetulan hobi mereka juga sama, yaitu menulis. Persahabatan keduanya makin dekat ketika keduanya sempat bertemu pada lomba menulis cerpen antar sekolah di kabupaten. Persahabatan mereka terus berlanjut, meski lewat internet.
Sudah beberapa minggu ini, Irma tidak pernah terlihat online. Ini adalah minggu yang keempat, Maya tidak bertemu dengannya. Pesan maupun komentar yang dikirimnya tidak pernah dibalas. Nomor handphone yang tertulis di profilnya juga tidak aktif.
Maya bertanya-tanya dalam hati, “Ada apa dengannya?” Apakah dia marah kepadaku.” Malam itu, belum ada jam 8 malam, Maya sudah mematikan komputernya dan ikut duduk-duduk bersama orang tuanya di ruang keluarga.
Melihat wajah Maya yang kusut, Pak Argo, ayahnya bertanya.
“Kamu kenapa, gak biasanya jam segini sudah selesai main internetannya.”
“Malas Pak,” jawab Maya sekenanya.
“Kok malas sih, biasanya dipanggil-panggil saja kamu nggak mau nengok,” sambung Ibunya.
“Pasti ada masalah sama teman di facebook ya, ” ledek ayahnya sambil tersenyum. “Masa hanya gara-gara facebook kamu jadi murung begitu,”
“Bapak dan mamaku tersayang. Maya nggak ada apa-apa. Lagi males aja.”
Pak Argo dan istrinya saling berpandangan mata. Kemudian keduanya tertawa.
“Ya sudahlah. Sini nonton TV saja,” kata Ibunya dengan lembut.
“Nggaklah Bu. Maya mau tidur saja.”
“Kok tidur sih. Baru jam 8 . Coba kamu cerita deh, tentang temanmu,” kata Pak Argo sambil mengecilkan volume televisinya.
“Teman yang mana Pak.” Pura-pura Maya mengelak.
“Itu loh, teman internetmu. Yang katanya kamu pernah ketemu. Si Irma.”
Maya menghela napas dan terdiam.
“Pak, Bu boleh nggak kalau besok pagi kita mencari rumah Irma. Sudah sebulan Irma nggak pernah nongol. Maya kuatir dia kenapa-kenapa.”
“Buat apa sayang. Dia kan cuma kamu kenal di internet.” Ibunya menambahkan. “Emangnya kamu tahu alamatnya.”
“Pak Bu, Irma bukan sekedar teman di internet. Coba kalau gak ada dia. Pasti tiap malam minggu, Maya keluar malam. Maya kangen Bu? Pokoknya besok anterin. Maya punya alamatnya kok.” Mata Maya berkaca-kaca.
Kedua orang tuanya hanya saling berpandangan kebingungan. Maya kemudian lari menuju kamarnya dan mengunci diri.
Pagi harinya, tampak sebuah mobil menyusuri jalanan-jalanan pedesaan yang rusak. Jalan aspal yang banyak berlubang, membuat pengemudinya harus ekstra hati-hati. Sekali-kali mobil tersebut berhenti ketika ada mobil lain yang berpapasan. Di dalam mobil tampak ada Maya dan kedua orang tuanya.
Di sebuah pertigaan mereka berhenti. Maya turun dan menunjukkan alamat kepada seseorang yang kebetulan berada di situ.
“Kalau alamat ini masih jauh Mbak. Lurus saja, ikuti jalan ini, nanti melewati perkebunan yang sepi. Setelah perkebunan ada perempatan, belok kiri terus saja. Nanti ada sekolah baru. Tanya lagi di situ. Ya sekitar 40 menit dari sini”.
“Terima kasih Pak.”
“Iya, sama-sama. Hati-hati jalannya rusak.”
Mereka kembali melanjutkan perjalanannya. Makin mendekati alamat tersebut, Irma merasa jantungnya makin berdebar-debar. Ibunya hanya tersenyum melihat putrinya itu. Setelah bertanya beberapa kali, sampailah mereka di sebuah rumah yang cukup besar. Ketiganya turun.
Mereka memasuki halaman rumah yang cukup luas. Tiada kata-kata yang terucap dari ketiganya.
Hingga sampailah mereka di teras. Kelihatannya sepi. Lewat samping rumah, mereka ke belakang rumah. Juga tidak nampak ada orang di dalam. Mungkin hanya perlu menungu sebentar.
Lama menunggu tidak ada tanda-tanda penghuninya pulang. Tetangga yang kebetulan lewat hanya bilang, pagi-pagi sekali seluruh penghuninya pergi bersama-sama. Waktu hampir menunjukkan pukul 12 siang. Perut mereka sudah mula keroncongan. Akhirnya pak Argo memutuskan untuk pulang dan berjanji pada Maya akan datang ke situ lagi minggu depan. Maya tersenyum getir, tak dapat menahan rasa kecewanya.
Tepat ketika mobil akan berjalan, Maya tiba-tiba berteriak.
“Pak, sebentar. Itu Irma di depan.”
Maya dengan cepat keluar dari mobilnya dan berlari menemui Irma yang berjalan bersama 3 orang lagi, tampaknya ayah dan saudaranya. Keduanya berpelukan. Dengan menahan rasa haru Irma kemudian bercerita. Ibunya baru saja meninggal sebulan yang lalu. Pagi ini dia, ayah, adik dan kakaknya baru membersihkan makam ibu mereka. Dan rasa sedihnya membuat dia kehilangan harapan.
Mendengar cerita temannya, Maya tak kuasa menahan rasa harunya. Maya berjanji akan sering main ke rumah Irma. Sebaliknya, kadang Irma dengan diantar ayah dan saudara-saudaranya main ke rumah Maya.
Purbalingga, 12 Maret 2012