Hujan, Lapar dan Kehilangan
Tepat saat hujan turun siang itu
sebagian orang berhamburan mencari tempat berteduh
pantulan sisa sinar matahari
belum mampu menjelma pelangi
aku masih tetap berdiri, tegak di atas dua kaki
lengkap dengan kegalauan yang kian jelas meretas mimpi
Tepat saat air hujan mulai membasahi muka
air yang lama tergenang di sudut mata
mulai menetes satu demi satu bergantian
menjadi rancu manakah hujan manakah tangisan
Aku selalu mendamba hujan
meski hujan kian menambah lapar
tapi mampu mendinginkan lara-lara
yang membuatku tersungkur terkapar
tentang kisah yang tak pernah sudah
tentang mimpi yang terus bersiteru tak pernah usai
tentang harapan yang terlampau jauh dari kenyataan
Pada hujan aku hantarkan
sebuah jiwa yang kosong harapan
yang melemah dalam tawa yang selalu kupertontonkan dengan pongah
yang melemah dalam kata pembelaan yang kian terengah
yang melemah dalam rasa yang kian lama kian jengah
Pada hujan aku adukan
sebuah lara kehilangan
yang tak pernah mampu kuceritakan
bahkan pada diri sendiri
pun tak mampu kubuat pengakuan
0 komentar:
Posting Komentar